Oleh: Rio Johan (Rijon)
Sutradara: Chookiat Sakveerakul
Pemain: Witwisit Hiranyawongkul, Mario Maurer, Kanya Rattanapetch, Aticha Pongsilpipat, Chermarn Boonyasak, Sinjai Plengpanich, Songsit Rungnopakunsri, Pimpan Buranapim
Tahun Rilis: 2007
Judul Internasional: The Love of Siam
Saya rasa tidak adil kalau The Love of Siam dilabeli semata-mata sebagai film tentang percintaan gay (homoseksual) hanya karena film ini bercerita tentang dua remaja laki-laki yang saling cumbu. Chookiat Sakveerakul (susah beud namanya) mencoba membuat kisah percintaan tersebut lebih kompleks, lebih berbelit-belit, dan sayangnya lebih tumpang-tindih. Dengan suntikan unsur-unsur ini-itu di sana-sini, yang membuat durasi film ini membengkak jadi sekitar dua setengah jam, saya rasa The Love of Siam lebih tentang konsep mencintai dan dicintai.
The Love of Siam dibuka dengan prolog yang panjangnya kurang lebih 20 menit tentang persahabatan dua orang bocah: Mew (Arthit Niyomkul) and Tong (Jirayu La-ongmanee). Keduanya sama-sama teman satu sekolah dan sama-sama bertetanggaan. Mew hanya berdua tinggal bersama neneknya (Pimpan Buranapim). Sedangkan Tong tinggal bersama ayah (Songsit Rungnopakunsri), ibu (Sinjai Plengpanich), dan Tang (Chermarn Boonyasak), kakak perempuannya. Di prolog ini juga diceritakan tentang hilanganya Tang asal muasal kenestapaan keluarga Tong. Prolog diakhiri dengan perpisahan Mew dan Tong.
Cerita sebenarnya dimulai ketika Mew dan Tong sudah remaja (kira-kira SMA). Mew sekarang hidup sebatang kara. Mew menjadi vokalis sebuah band lokal sukses, August. Mew juga berteman dengan seorang perempuan tionghoa, Ying (Kanya Rattanapetch), yang menempati bekas rumah Tong di seberang. Sementara itu, keluarga Tong semakin tidak karuan pasca menghilangnya Tang. Bapaknya mabuk-mabukan. Ibunya banting tulang kerja cari uang. Lantas Tong pacaran dengan gadis idaman (Aticha Pongsilpipat) tapi tidak mampu memberi perhatian. Kedua sahabat lama ini pun dipertemukan kembali dalam suatu kesempatan. Garis besarnya, film ini menunjukkan dampak hubungan asmara Tong dan Mew bagi orang-orang di sekitar mereka: pengucilan, penolakan, dan kekecewaan.
Faktor kebetulan sepertinya memang harus dibiasakan bagi kamu-kamu sekalian yang pingin nonton film Thailand ini. Adegan-adegan kebetulan ada di sana-sini, mulai dari yang cuma sekedar pertemuan semata sampai yang berpengaruh besar bagi kelanjutan cerita. Misalnya wajah manajer band Mew, June (Chermarn Boonyasak), yang kebetulan mirip dengan wajah Tang. Teman-teman Ying yang kebetulan juga temannya teman-teman Tong. Perjumpaan-perjumpaan di jalan yang juga terasa sekali kebetulan-kebetulan. Kebetulan sesuai kadarnya sih oke-oke saja. Tapi kalau sudah kebanyakan ya kelewatan juga. Rasa-rasanya dunia yang ditempati orang-orang ini sempit sekali.
Keputusan yang diambil oleh ibu Tong untuk menyewa June agar menyamar menjadi Tang dengan harapan dapat menyembuhkan depresi sang suami juga menurut saya terlalu berlebihan. Mungkin bahasa kerennya: too good to be true atau hard to accep. Serasa sekali formula-formula opera sabun, telenovela, sinetronis – atau apapun julukannya. Dan mulai dari titik itu juga, bau-bau melodramanya terus ditekan-dan-ditekan hingga terasa berlebihan di beberapa tempat.
Tapi saya cukup suka cara kedua aktor utama, Witwisit Hiranyawongkul dan Mario Maurer, mempertahankan chemistry dan kecangung-canggungan di antara tokoh mereka. Kalau tidak karena kedua aktor tersebut, mungkin saya tidak akan pernah bisa menyelesaikan durasi dua jam tiga puluh menit film ini. Apalagi durasi tersebut masih jauh dari kata efektif dan substansial. Saya menangkap maksud multi drama yang ditampilkan, untuk menyampaikan berbagai jenis cinta: cinta pertama, cinta yang menghancurkan, cinta yang berteput sebelah tangan, cinta tanpa syarat – konsep mencintai dan dicintai. Sayangnya The Love of Siam tidak cukup meyakinkan.
0 komentar:
Posting Komentar